LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA MAKANAN
Identifikasi Boraks pada sampel Bakso
OLEH:
NAMA : MAX
S. MAUPADA
NIM : PO.
530333312 1239
DOSEN PEMBIMBING : YUSTINA K. WAWO AJA, A.Md.AK
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES KUPANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
Sekarang ini,
dengan semakin pesatnya industrialisasi dan berkembangnya teknologi kimia telah
melanda dunia dan bagi Indonesia menjadi keharusan untuk ikut memanfaatkannya.
Pada saat ini kita masih tertinggal dalam mengendalikan dampak yang merugikan,
khususnya dampak lingkungan dan lebih khusus bagi keracunan melalui makanan
yang perlu dihindari.
Tidak
diherankan lagi, saat ini banyak sekali bahan kimia dan berbagai
campuran-campuran lain dibuat dan diciptakan untuk membuat pekerjaan manusia
dalam membuat makanan lebih efektif dan efisien. Tetapi di samping untuk
makanan dibuat juga bahan kimia untuk pembuatan kebutuhan lain. Di mana bahan
kimia tersebut tidak boleh dipergunakan dalam pembuatan makanan dan dapat
berakibat fatal.
Seperti yang
kita ketahui sekarang, kata Boraks
sudah tidak asing lagi ditelinga. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal,
warna putih, tidak berbau dan stabil pada suhu tekanan normal dan bersifat
sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks untuk
digunakan dalam pangan. Banyak orang yang belum mengetahui pengertian bahkan
bahaya borak pada makanan yang sering kita konsumsi sehari-hari yang dapat
menimbulkan dampak buruk bahkan jika digunakan dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan kematian. Masyarakat sekarang ini hanya mengetahui bahwa makanan
yang dibelinya enak dan harganya murah tanpa mengetahui kandungan zat-zat
berbahaya didalamnya.
Bahan-bahan
pengawet yang digunakan pada makanan umumnya digunakan untuk jenis pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan tersebut dapat menghambat atau memperlambat
proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba.
Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relative
awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Pemakaian bahan
pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan
pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat pathogen
yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun
microbial yang non pathogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan,
misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah
senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang
dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan
diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya; baik yang
bersifat langsung, misalnya keracunan; maupun yang bersifat tidak langsung atau
kumulatif, misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat
karsinogenik.
Hal ini menjadi
sangat penting dan juga memprihatinkan. Fenomena ini merupakan salah satu
masalah dan kebobrokan bangsa yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, kita
harus mempelajari cara identifikasi Borak dengan benar sehingga dapat
meminimalisir masalah yang ada. Karena apabila dibuarkan, hal ini terus
berlarut dan akhirnya akibat menumpuk di masa depan.
I.2. Tujuan
Tujuan dari
pelaksanaan praktikum adalah:
a)
Untuk mengetahui alat, bahan, dan
cara kerja yang benar dalam mengidentifikasi Boraks pada makanan.
b)
Untuk mengetahui cirri-ciri dari
makanan yang mengandung Boraks.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pangan adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun
yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan ataupun minuman bagi
konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau
pembuatan makanan atau minuma (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Kualitas pangan
dapat ditinjau dari aspek mikrobiologis, fisik (warna, bau, rasa dan tekstur)
dan kandungan gizinya. Pangan yang tersedia secara alamiah tidak selalu bebas
dari senyawa yang tidak diperlukan oleh tubuh, bahkan dapat mengandung senyawa
yang merugikan kesehatan orang yang mengkonsumsinya. Senyawa-senyawa yang dapat
merugikan kesehatan dan tidak seharusnya terdapat di dalam suatu bahan pangan
dapat dihasilkan melalui reaksi kimia dan biokimia yang terjadi selama
pengolahan maupun penyimpanan, baik karena kontaminasi ataupun terdapat secara
alamiah. Selain itu sering dengan sengaja ditambahkan bahan tambahan pangan
(BTP) atau bahan untuk memperbaiki tekstur, warna dan komponen mutu lainnya ke
dalam proses pengolahan pangan.
Boraks atau
dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium tetraborate decahydrate merupakan
bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk mengawetkan kayu, antiseptik
kayu dan pengontrol kecoa. Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk
kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera
pencium serta tidak larut dalam alkohol. Indeks keasaman dari boraks diuji
dengan kertas lakmus adalah 9,5, ini menunjukkan tingkat keasaman boraks cukup
tinggi.
Boraks
merupakan senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan nama kimia natrium
tetrabonat (NaB4O7 10H2O). Dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut
dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks atau
asam borat biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, bersifat antiseptik dan
mengurangi kesadahan air. Bahan berbahaya ini haram digunakan untuk makanan (Cahyadi, 2008).
Asam borat atau
boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan
digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan
rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu
dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan
asam borat. Asam borat sering digunakan dalam dunia pengobatan dan kosmetika.
Misalnya, larutan asam borat dalam air digunakan sebagai obat cuci mata dan
dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur,
semprot hidung, dan salep luka kecil. Namun, bahan ini tidak boleh diminum atau
digunakan pada luka luas, karena beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam borat dan senyawanya
merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan
dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia
yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan
ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan,
karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur
bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen (Depkes RI, 1988).
Senyawa asam
borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak lebur sekitar
171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian
gliserol 85% dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan
penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Mudah menguap dengan
pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100°C yang secara
perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan
asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut
sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak
berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida
(Cahyadi, 2008).
Karekteristik boraks antara lain:
a) Warna
adalah jelas bersih
b)
Kilau seperti kaca
c)
Kristal ketransparanan adalah
transparan ke tembus cahaya
d)
Sistem hablur adalah monoklin
e)
Perpecahan sempurna di satu arah
f)
Warna lapisan putih
g)
Mineral yang sejenis adalah kalsit,
halit, hanksite, colemanite, ulexite dan garam asam bor yang lain
h)
Karakteristik yang lain: suatu rasa
manis yang bersifat alkali.
Efek boraks
yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur makanan.
Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong akan membuat
bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan pada kerupuk
yang mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki
tekstur yang bagus dan renyah. Parahnya, makanan yang telah diberi boraks
dengan yang tidak atau masih alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan
panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium (Depkes
RI, 1988).
Boraks bisa
didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida atau asam borat).
Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan
oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan
kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga
digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas,bahan pembersih/pelicin
porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Ponco, 2002).
Boraks
merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung
konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai
pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh
dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat
badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan
bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan
orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak (Saparinto dan
Hidayati, 2006).
Efek negatif
dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah pada kehidupan dapat
berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang
sangat berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagai halnya zat-zat
tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia.
Mengkonsumsi
boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya
terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan
testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap
melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikelurkan
melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks
bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat
reproduksi pria (Agus, 2009).
Sering
mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan
ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak
terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi,
apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan
kematian (Agus, 2009).
Keracunan
kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama. Akibat yang timbul
diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam kulit, alposia,
anemia dan konvulsi. Dalam jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa
mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati
dankulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan,
kulit yang luka atau membran mukosa (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Gejala
awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah
mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis keracunan boraks
biasanya ditandai dengan hal-hal berikut:
- Sakit
perut sebelah atas, muntah dan mencret
- Sakit kepala, gelisah
- Penyakit kulit berat
- Muka pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan
- Sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah
- Hilangnya cairan dalam tubuh
- Degenerasi lemak hati dan ginjal
- Otot-otot muka dan anggota badan bergetar diikuti
dengan kejang-kejang
- Kadang-kadang tidak kencing dan sakit kuning
- Tidak memiliki nafsu makan, diare ringan dan sakit
kepala
- Kematian (Saparinto dan Hidayati, 2006)
Salah satu metode pengujian boraks secara kualitatif adalah uji nyala. Uji nyala adalah salah satu
metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji
nyala karena sampel yang digunakan dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan
dengan warna nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala
api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna hijau maka sampel
dinyatakan positif mengandung boraks.
Prosedur dilakukan dengan melarutkan senyawa uji dengan metanol dalam wadah
(cawan penguap) kemudian dibakar. warna api hijau menunjukkan terdapat
senyawa boraks dalam sampel
(Ponco, 2002).
Analisis
Kualitatif Boraks lain selain uji nyala adalah uji kertas kurkuma dan uji
kertas tumerik.
BAB III
METODE KERJA
III.1. Alat
dan Bahan
A. Alat
1)
Mortar dan stemper
2)
Glass Beker 50 ml / 100 ml
3)
Cawan Porselen
4)
Bunsen dan
spritus
5)
Pipet tetes
6)
Cawan penguap
7)
Spatula
8)
Korek api
9)
Asbes
10)
Kaki tiga
11)
Penjepit tabung
B.
Bahan
1)
Sampel bakso x
2)
Asam sulfat pekat
3)
Methanol absolute
III.2. Prosedur
Pemeriksaan
a.
Sampel
bakso yang akan
diidentifikasi
dihaluskan atau dipotong kecil - kecil lalu ditambahkan aquades.
b.
Disaring
menggunakan kertas saring di dalam cawan porselen, kemudian dipanakan filtratnya hingga kering .
c.
Tambahkan
10 tetes H2SO4 pekat dan 2 ml metanol kedalam cawan porselen yang berisi
residu sampel.
d.
Nyalakan
dengan korek api dan amati warna dari nyala api. Hasil positif boraks jika nyala api berwarna hijau.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL
Sampel Bakso x
dinyatakan Negatif atau tidak mengandung Boraks karena pada saat pembakaran nyala
api tetap berwarna merah atau tidak
terdapat warna hijau pada nyala api.
IV.2. PEMBAHASAN
Dari sampel
yang digunakan, dapat
dijelaskan bahwa bakso
adalah salah satu makanan yang paling disukai
banyak kalangan, dari anak – anak hingga orang tua. Mie basah yang digunakan
pada pembuatan bakso mempunyai kadar air yang tergolong tinggi sehingga daya
awetnya rendah. Penyimpanan
mie basah pada suhu kamar selama 40 jam menyebabkan tumbuhnya kapang. Untuk
itu, dalam pembuatan mie basah diperlukan bahan pengawet agar mie bisa bertahan
lebih lama. Pada masa kini, Untuk menjadikan biaya produksi
(modal) dikeluarkan sekecil-kecilnya dan hasil (laba) diperoleh
sebesar-besarnya, para produsen menggunakan berbagai cara agar produksinya
tetap berjalan normal bahkan meningkat, seperti halnya menggunakan bahan tambahan pangan ataupun
bahan pengawet misalnya Boraks
yang jika digunakan sembarangan (dosisnya) jelas berbahaya bagi tubuh manusia.
Namun produsen tidak memikirkan dampak yang terjadi pada tubuh konsumen jika
dikonsumsi secara terus menerus. Oleh karena itu kita sebagai konsumen harus
dapat memilih makanan yang kita beli agar apabila dikonsumsi tidak menjadi
racun pada tubuh kita dengan berbagai macam dampak yang mungkin terjadi bahkan
hingga terjadi kematian.
Pada praktikum
identifikasi boraks
dalam sampel makanan,
kelompok kami menggunakan sampel berupa bakso dari warung yang dicurigai menggunakan boraks.
Pada praktikum ini, beberapa bagian bakso dipotong dadu kemudian
dicampur aquadest dan
dihaluskan dengan mortir. Setelah sampel benar- benar halus,
disaring filtratnya dengan kertas saring dan dipanaskan dalam cawan penguap
hingga kering ( hanya tersisa abu). Residu sampel ini kemudian ditetesi
sedikit asam sulfat pekat dan methanol. pembakaran abu tersebut menghasilkan warna api merah yang
menunjukkan bahwa kerupuk rambak tersebut Negatif atau tidak mengandung borak. hal yang sama juga dilakukan terhadap sampel yang telah diberi boraks
dengan sengaja sebagai pembanding. Hasil positif menunjukan adanya nyala api
yang berwarna hijau.
Berikut adalah beberapa cara
mengidentifikasi bakso
yang menggunakan boraks yaitu:
a. Bakso
yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan
bakso yang menggunakan banyak daging.
b. Mie
basah yang terdapat pada bakso biasanya
lebih awet sampai 2 hari pada suhu kamar (25 derajat celcius), berbau
menyengat, kenyal, tidak lengket dan agak mengkilap.
c.
Bakso tidak rusak sampai lima hari pada suhu
kamar ( 25 derajat Celsius). Teksturnya juga sangat kenyal.
Berikut
beberapa tips aman memilih makanan:
- Amati
warnanya, mencolok atau tidak.
Amati apakah
makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. Snack,
kerupuk, mi, es krim yang berwarna terlalu mencolok ada kemungkinan telah
ditambahi zat pewarna yang tidak aman.
2.
Cicipi rasa.
Biasanya lidah
cukup jeli untuk membedakan mana makanan yang aman atau tidak. Makanan yang
tidak aman umumnya berasa tajam, misal sangat gurih, membuat lidah bergetar dan
tenggorakan gatal.
3.
Baui aromanya.
Bau apek atau
tengik pertanda makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh
mikroorganisme.
4.
Amati komposisi.
Bacalah dengan
teliti adakah kandungan bahan-bahan makanan tambahan yang bahaya dan bisa
merusak kesehatan.
5.
Perhatikan kualitas.
Perhatikan kualitas makanan, apakah masih segar atau sudah
berjamur yang bisa menyebabkan keracunan. Makanan yang sudah berjamur
menandakan proses tidak berjalan dengan baik atau sudah kedaluwarsa.
6.
Terdaftar di BPOM.
Bila
hendak membeli makanan impor, usahakan produknya telah terdaftar di BPOM (Badan
Pengawas Obat dan Makanan), yang bisa dicermati dalam label yang tertera di
kemasannya.
BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan:
- Praktikum dilaksanakan dengan menggunakan bakso x sebagai sampel.
- Hasil uji
nyala menunjukan Sampel negatif mengandung boraks (sampel tidak mengandung
boraks ), karena tidak terdapat nyala api berwarna hijau sewaktu dilakukan
pembakaran residu.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan
Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara
Djamhuri, Agus. 2009. Racun dalam Makanan. Surabaya:
Airlangga University Press
Winarno, F.G. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Saparinto dan Hidayati, 2006.Boraks dan MSG dalam baksa
No 10 Juni 1990. YLKI.Jakarta.
Depkes RI.1988.Peratura Mentri Kesehatan Repulik Indonesia
No.722/Menkes/IX/1988. Tentang Badan Tambahan Makanan. Jakarta
Ponco D.2002.Pemeriksaan Boraks pada Bakso di Pasar
Perumnas Bekasi. Karya Tulis Ilmiah.Jakarta : AKK Depkes.Jakarta