Senin, 24 Maret 2014

identifikasi boraks pada Sampel Bakso

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA MAKANAN
Identifikasi Boraks pada sampel Bakso


Description: D:\Background\IMAGES\logo poltekkes.jpg

OLEH:
NAMA                                       :           MAX S. MAUPADA
NIM                                            :           PO. 530333312 1239
DOSEN PEMBIMBING           :           YUSTINA K. WAWO AJA, A.Md.AK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES KUPANG
 2014


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang
Sekarang ini, dengan semakin pesatnya industrialisasi dan berkembangnya teknologi kimia telah melanda dunia dan bagi Indonesia menjadi keharusan untuk ikut memanfaatkannya. Pada saat ini kita masih tertinggal dalam mengendalikan dampak yang merugikan, khususnya dampak lingkungan dan lebih khusus bagi keracunan melalui makanan yang perlu dihindari.
Tidak diherankan lagi, saat ini banyak sekali bahan kimia dan berbagai campuran-campuran lain dibuat dan diciptakan untuk membuat pekerjaan manusia dalam membuat makanan lebih efektif dan efisien. Tetapi di samping untuk makanan dibuat juga bahan kimia untuk pembuatan kebutuhan lain. Di mana bahan kimia tersebut tidak boleh dipergunakan dalam pembuatan makanan dan dapat berakibat fatal.
Seperti yang kita ketahui sekarang, kata Boraks sudah tidak asing lagi ditelinga. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal, warna putih, tidak berbau dan stabil pada suhu tekanan normal dan bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Banyak orang yang belum mengetahui pengertian bahkan bahaya borak pada makanan yang sering kita konsumsi sehari-hari yang dapat menimbulkan dampak buruk bahkan jika digunakan dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kematian. Masyarakat sekarang ini hanya mengetahui bahwa makanan yang dibelinya enak dan harganya murah tanpa mengetahui kandungan zat-zat berbahaya didalamnya.
Bahan-bahan pengawet yang digunakan pada makanan umumnya digunakan untuk jenis pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan tersebut dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relative awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat pathogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun microbial yang non pathogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya; baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan; maupun yang bersifat tidak langsung atau kumulatif, misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik.
Hal ini menjadi sangat penting dan juga memprihatinkan. Fenomena ini merupakan salah satu masalah dan kebobrokan bangsa yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, kita harus mempelajari cara identifikasi Borak dengan benar sehingga dapat meminimalisir masalah yang ada. Karena apabila dibuarkan, hal ini terus berlarut dan akhirnya akibat menumpuk di masa depan.
I.2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum adalah:
a)         Untuk mengetahui alat, bahan, dan cara kerja yang benar dalam mengidentifikasi Boraks pada makanan.
b)         Untuk mengetahui cirri-ciri dari makanan yang mengandung Boraks.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan ataupun minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan atau minuma (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Kualitas pangan dapat ditinjau dari aspek mikrobiologis, fisik (warna, bau, rasa dan tekstur) dan kandungan gizinya. Pangan yang tersedia secara alamiah tidak selalu bebas dari senyawa yang tidak diperlukan oleh tubuh, bahkan dapat mengandung senyawa yang merugikan kesehatan orang yang mengkonsumsinya. Senyawa-senyawa yang dapat merugikan kesehatan dan tidak seharusnya terdapat di dalam suatu bahan pangan dapat dihasilkan melalui reaksi kimia dan biokimia yang terjadi selama pengolahan maupun penyimpanan, baik karena kontaminasi ataupun terdapat secara alamiah. Selain itu sering dengan sengaja ditambahkan bahan tambahan pangan (BTP) atau bahan untuk memperbaiki tekstur, warna dan komponen mutu lainnya ke dalam proses pengolahan pangan.
Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium tetraborate decahydrate merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol. Indeks keasaman dari boraks diuji dengan kertas lakmus adalah 9,5, ini menunjukkan tingkat keasaman boraks cukup tinggi.
Boraks merupakan senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan nama kimia natrium tetrabonat (NaB4O7 10H2O). Dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam borat biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, bersifat antiseptik dan mengurangi kesadahan air. Bahan berbahaya ini haram digunakan untuk makanan (Cahyadi, 2008).
Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat. Asam borat sering digunakan dalam dunia pengobatan dan kosmetika. Misalnya, larutan asam borat dalam air digunakan sebagai obat cuci mata dan dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung, dan salep luka kecil. Namun, bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada luka luas, karena beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen (Depkes RI, 1988).
Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak lebur sekitar 171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85% dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100°C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida (Cahyadi, 2008).
Karekteristik boraks antara lain:
a)    Warna adalah jelas bersih
b)    Kilau seperti kaca
c)    Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya
d)    Sistem hablur adalah monoklin
e)    Perpecahan sempurna di satu arah
f)     Warna lapisan putih
g)    Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan garam asam bor yang lain
h)    Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.
Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong akan membuat bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah. Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium (Depkes RI, 1988).
Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida atau asam borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas,bahan pembersih/pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Ponco, 2002).
Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagai halnya zat-zat tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia.
Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikelurkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria (Agus, 2009).
Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Agus, 2009).
Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama. Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam kulit, alposia, anemia dan konvulsi. Dalam jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati dankulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis keracunan boraks biasanya ditandai dengan hal-hal berikut:
  1. Sakit perut sebelah atas, muntah dan mencret
  2. Sakit kepala, gelisah
  3. Penyakit kulit berat
  4. Muka pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan
  5. Sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah
  6. Hilangnya cairan dalam tubuh
  7. Degenerasi lemak hati dan ginjal
  8. Otot-otot muka dan anggota badan bergetar diikuti dengan kejang-kejang
  9. Kadang-kadang tidak kencing dan sakit kuning
  10. Tidak memiliki nafsu makan, diare ringan dan sakit kepala
  11. Kematian (Saparinto dan Hidayati, 2006)
Salah satu metode pengujian boraks secara kualitatif adalah uji nyala. Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan melarutkan senyawa uji dengan metanol dalam wadah (cawan penguap) kemudian dibakar. warna api hijau menunjukkan terdapat senyawa boraks dalam sampel (Ponco, 2002).
Analisis Kualitatif Boraks lain selain uji nyala adalah uji kertas kurkuma dan uji kertas tumerik.



BAB III
METODE KERJA
III.1.     Alat dan Bahan
A.       Alat
1)     Mortar  dan stemper
2)     Glass Beker 50 ml / 100 ml
3)     Cawan Porselen
4)     Bunsen dan spritus
5)     Pipet tetes
6)     Cawan penguap
7)     Spatula
8)     Korek api
9)     Asbes
10)   Kaki tiga
11)   Penjepit tabung
B.        Bahan
1)     Sampel bakso x
2)     Asam sulfat pekat
3)     Methanol absolute
III.2.     Prosedur Pemeriksaan
a.      Sampel bakso yang akan diidentifikasi dihaluskan atau dipotong kecil - kecil lalu ditambahkan aquades.
b.      Disaring menggunakan kertas saring di dalam cawan porselen, kemudian dipanakan filtratnya hingga kering .
c.      Tambahkan 10 tetes H2SO4 pekat dan 2 ml metanol kedalam cawan porselen yang berisi residu sampel.
d.      Nyalakan dengan korek api dan amati warna dari nyala api. Hasil positif boraks jika nyala api berwarna hijau.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1.     HASIL
Sampel  Bakso x dinyatakan Negatif atau tidak mengandung Boraks karena pada saat pembakaran nyala api tetap berwarna merah atau tidak terdapat warna hijau pada nyala api.

IV.2.     PEMBAHASAN
Dari sampel yang digunakan, dapat dijelaskan bahwa bakso adalah salah satu makanan yang paling disukai banyak kalangan, dari anak – anak hingga orang tua. Mie basah yang digunakan pada pembuatan bakso mempunyai kadar air yang tergolong tinggi sehingga daya awetnya rendah. Penyimpanan mie basah pada suhu kamar selama 40 jam menyebabkan tumbuhnya kapang. Untuk itu, dalam pembuatan mie basah diperlukan bahan pengawet agar mie bisa bertahan lebih lama. Pada masa kini, Untuk menjadikan biaya produksi (modal) dikeluarkan sekecil-kecilnya dan hasil (laba) diperoleh sebesar-besarnya, para produsen menggunakan berbagai cara agar produksinya tetap berjalan normal bahkan meningkat, seperti halnya menggunakan bahan tambahan pangan ataupun bahan pengawet misalnya Boraks yang jika digunakan sembarangan (dosisnya) jelas berbahaya bagi tubuh manusia. Namun produsen tidak memikirkan dampak yang terjadi pada tubuh konsumen jika dikonsumsi secara terus menerus. Oleh karena itu kita sebagai konsumen harus dapat memilih makanan yang kita beli agar apabila dikonsumsi tidak menjadi racun pada tubuh kita dengan berbagai macam dampak yang mungkin terjadi bahkan hingga terjadi kematian.
Pada praktikum identifikasi boraks dalam sampel makanan, kelompok kami menggunakan sampel berupa bakso dari warung yang dicurigai menggunakan boraks.
Pada praktikum ini, beberapa bagian bakso dipotong dadu kemudian dicampur aquadest dan dihaluskan dengan mortir. Setelah sampel benar- benar halus, disaring filtratnya dengan kertas saring dan dipanaskan dalam cawan penguap hingga kering ( hanya tersisa abu). Residu sampel ini kemudian ditetesi sedikit asam sulfat pekat dan  methanol. pembakaran abu tersebut menghasilkan warna api merah yang menunjukkan bahwa kerupuk rambak tersebut Negatif atau tidak mengandung borak. hal yang sama juga dilakukan  terhadap sampel yang telah diberi boraks dengan sengaja sebagai pembanding. Hasil positif menunjukan adanya nyala api yang berwarna hijau.
Berikut adalah beberapa cara mengidentifikasi bakso yang menggunakan boraks yaitu:
a.    Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging.
b.    Mie basah yang terdapat pada bakso biasanya lebih awet sampai 2 hari pada suhu kamar (25 derajat celcius), berbau menyengat, kenyal, tidak lengket dan agak mengkilap.
c.    Bakso tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius). Teksturnya juga sangat kenyal.
Berikut beberapa tips aman memilih makanan:
  1. Amati warnanya, mencolok atau tidak.
Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. Snack, kerupuk, mi, es krim yang berwarna terlalu mencolok ada kemungkinan telah ditambahi zat pewarna yang tidak aman.
2.    Cicipi rasa.
Biasanya lidah cukup jeli untuk membedakan mana makanan yang aman atau tidak. Makanan yang tidak aman umumnya berasa tajam, misal sangat gurih, membuat lidah bergetar dan tenggorakan gatal.
3.    Baui aromanya.
Bau apek atau tengik pertanda makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme.
4.    Amati komposisi.
Bacalah dengan teliti adakah kandungan bahan-bahan makanan tambahan yang bahaya dan bisa merusak kesehatan.
5.    Perhatikan kualitas.
Perhatikan kualitas makanan, apakah masih segar atau sudah berjamur yang bisa menyebabkan keracunan. Makanan yang sudah berjamur menandakan proses tidak berjalan dengan baik atau sudah kedaluwarsa.
6.    Terdaftar di BPOM.
Bila hendak membeli makanan impor, usahakan produknya telah terdaftar di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), yang bisa dicermati dalam label yang tertera di kemasannya.






BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan:
  1. Praktikum dilaksanakan dengan menggunakan bakso x sebagai sampel.
  2. Hasil uji nyala menunjukan Sampel negatif mengandung boraks (sampel tidak mengandung boraks ), karena tidak terdapat nyala api berwarna hijau sewaktu dilakukan pembakaran residu.












DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara
Djamhuri, Agus. 2009. Racun dalam Makanan. Surabaya: Airlangga University Press
http://matoa.org/bahaya-boraks-dan-bleng/. Diakses tanggal 12 maret 2014
Winarno, F.G. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Saparinto dan Hidayati, 2006.Boraks dan MSG dalam baksa No 10 Juni 1990. YLKI.Jakarta.
Depkes RI.1988.Peratura Mentri Kesehatan Repulik Indonesia No.722/Menkes/IX/1988. Tentang Badan Tambahan Makanan. Jakarta
Ponco D.2002.Pemeriksaan Boraks pada Bakso di Pasar Perumnas Bekasi. Karya Tulis Ilmiah.Jakarta : AKK Depkes.Jakarta